Kesederhanaan, Kearifan Lokal dan Harmonisasi Alam Desa Kanekes (Bagian 2)

/
0 Comments
Desa Kaduketuk

Kepercayaan orang Baduy adalah penghormatan pada roh nenek moyang dan kepercayaan kepada satu kuasa yang dinamakan Nu Kawasa. Keyakinan mereka sering disebut dengan Sunda Wiwitan. Orientasi, konsep-konsep dan kegiatan-kegiatan keagamaan ditujukan kepada pikukuh (aturan adat) agar orang hidup menurut alur itu dan menyejahterakan kehidupan Baduy dan dunia. Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Buddha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari. Isi terpenting dari 'pikukuh' (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep "tanpa perubahan apa pun", atau perubahan sesedikit mungkin (http://www.indonesia.travel/id/destination/310/desa-kanekes). Sebagian dari penduduk memilih untuk tidak memiliki KTP dengan alasan kepercayaan mereka tdiak ada dan mereka tidak mau untuk memilih 6 agama yang di tetapkan oleh Negara. Hari raya sepereti Lebaran atau Natal di sini di sebut Kawalu, berlangsung selama 3 bulan dan orang dari luar tidak diizinkan untuk mengunjungi. Sistem pernikahan Baduy Dalam adalah melalui perjodohan, dan untuk baduy luar sepertinya ada perjodohan ataupun pilihan sendiri.

Danau yang kita singgahi saat ke Baduy Dalam
Jam 10 pagi perjalanan di mulai dan di putuskan untuk tidak menginap di Baduy Dalam karena Sarka harus bermain bola di hari Sabtu, kasian dia kalau kecapean. Perjalanan ke Baduy dalam itu memakan waktu sekitar 4 jam. Banyak tanjakan dan kita melakukan trekking tanpa memakai sepatu atau sandal. Jalan yang kita lewati mulai dari jalan tanah sampai jalan bebatuan. Sepanjang perjalanan membuat aku kagum banget. Kita singgah ke sebuah danau dan beristirahat sejenak di sini. Ada beberapa perkampungan yang kita lewati, di salah satu kampung ada seorang Bapak bertanya asal kami dan aku jawab dari Sumatera, dan menakjubkan dia tahu Sibolga. Masyarakat Baduy punya lumbung padi untuk menyimpan beras dan biasanya dekat dengan perkampungan mereka yang di namakan Leuit.


Leuit (Lumbung Padi)
Banyak tanjakan, dan terlalu banyak sampai aku memutuskan untuk menyerah. Mungkin pengaruh panas juga. Mana cewe sendiri hadeuh, udah kepikiran bakalan repotin orang banyak. Mereka uda jalan duluan di depan, aku jalannya bareng Hamka. Dia temani aku terus, huehehe. Sama kaya di Pusuk Buhit aku berhenti seenak jidat, habis dari pada pingsan dan repotin orang kan susah. Jam 2 siang tepat sampai di Baduy Dalam desa Cibeo, wahh rumahnya keren, rapi, sederhana tapi nyaman. Sama seperti rumah Baduy Luar berlantaikan bambu, bedanya rumah di dalam tidak memakai paku dan disusun seperti puzzle dan diikat dengan rotan. Kita beristirahat di rumah Pak Nalim, Bayu dan yang lain ziarah Puun, bertemu dengan orang tua di sana. Aq dan hamka tinggal di rumah Pak Nalim bersama Sarka. Eh gelas masih terbuat dari bambu dan alat yang di gunakan untuk mengambil air adalah batang bambu yg di bentuk kaya tabung air bergagang. Hidup di sini itu seprtinya benar-benar tidak membutuhkan uang. Apa yang kita perlukan semuanya telah di sediakan oleh alam. Disini untuk mengambil isi hutan juga harus seizin kepala adat tiap kampung. Hal ini untuk menjaga agar alam tetap lestari.


Lagi Trekking
Sayang banget, di baduy dalam ga boleh foto. Jadi aku ga bisa mengabadikan momen yang aku dapat. Anak-anaknya lucu-lucu dan putih banget. Satu jam di baduy dalam dan kita harus kembali lagi ke baduy luar, cepet banget, selama satu jam itu aku coba berkomunikasi dengan anak-anak kecil dengan bagiin permen. Ihh lucu mukanya.. hehe. Mereka cuma diam dan menerima permen dan coklat yang aku kasih. Hehe meskipun ga bicara banyak tapi mereka terlihat senang. Ada beberapa anak kecil yang mandi dan bermain di sungai. Eh, aku beli sepasang sendok dan garpu yang terbuat dari kayu, unik banget menurutku untuk di jadiin kenang-kenangan dan aku ingin kembali lagi kesini. Teman-teman yang ziarah kelar juga, bukan ziarah kubur, tapi lebih tepatnya bertemu Puun orang yang di tuakan di Baduy Dalam dan tidak boleh keluar dari kampung. Tapi dia tahu berita dunia luar, temen-temen di tanyain tentang kasus Hambalang. Mungkin dari orang yang sebelumnya datang atau mungkin memang hasil penerawangan. Di Baduy Dalam di larang menggunakan teknologi selain kamera seperti handphone, alat perekam video dan radio. Dilarang untuk membunuh binatang atau merusak tumbuhan sepanjang perjalanan. Orang asing dilarang untuk masuk ke Baduy Dalam, di larang untuk memasuki hutan larangan serta mandi dibagian sungai yang di larang. Tidak boleh menggunakan sabun dan shampoo saat mandi di sungai. Tidak melakukan hal yang mencolok dan bertingkah laku sopan. 


Sungai Baduy
Jembatan Bambu
Waktunya kembali. Hiks berat banget mau balik. Treking lagi dan daki lagi semangattt… Kita main dulu di sungai. Asik banget Aku ku bisa lihat jembatan yang di buat dari susunan bambu dan cuma diikat dengan ijuk. Tapi kuat lho, agak serem juga karena goyang-goyang, tapi santai aja. Bahkan aku sangat menikmati duduk tepat di tengah jembatan sambil melihat pemandangan. Sekilas lihat sungai ingat Tangkahan. Temen-temen pada mandi dan aku tidak. Hehe males dan bingung ntar mau tuker baju di mana. Hehehe Perjalanan sama seperti saat menuju Baduy Dalam, penuh tanjakan dan batu serta memakan waktu sekitar 4 jam dan pukl 18.30 sampai di rumah Kang Lambry. Saat aku kesusahan jalan di atas batu, ada ibu-ibu lewat jalan kaki sambil memikul beban, Ada juga beberapa pria Baduy yang mengangkat kayu batangan di pundak. Gak berapa lama ketemu ibu dan anaknya yang masih umur 5 tahun mengangkat kayu bakar. Wow kalau di kota anak umur 5 tahun masih bermain dan manja banget tapi tidak di sini. Wajar disini tidak ada penyakit obesitas dan rematik karena sudah di terapi sehat secara alami setiap harinya. Anak-anak sudah dibiasakan mandiri dari awalnya. Anak-anak di Baduy juga tidak di izinkan sekolah.

Salah satu Kampung 
Seperti saat menuju Baduy Dalam, tetap berjalan dengan santai sambil berhenti menarik nafas. Kita beristirahat sebentar dan ada orang yang menjajakan baso, wuihh hebat banget si bapak, kuat. Dan ternyata setiap hari di emang dagang baso. Kita kembali ke Baduy Luar dengan jalur yang berbeda saat menuju Baduy Dalam, dan pemandangan juga ga  kalah menarik. dari kejauhan keliatan perkampungan yang lainnya berada di antara hutan-hutan  ^^. Dan sesuatu banget kita menikmati sunset di Kanekes.. asik sekali.


Sunset di Baduy ^0^

Narsis Bareng Hamka 
Selesai mandi, makan malam dan akhirnya masing-masing beristirahat, eh ada yang nonton bola juga. Aku memilih duduk sebentar menikmati malam di Baduy sebelum pulang besok.Sebelum pulang, beli kain lomar buat merchandise. Di Baduy Luar kehidupannya sedikit lebih bebas, boleh memakai teknologi dan sabun serta shampoo buat mandi. Dan cara berpakaian mereka juga udah seperti orang kota. Meskipun begitu, mereka tetap tidak melupakan adat yang harus di pegang teguh. Orang Baduy Luar juga boleh menggunakan kendaraan, sementara orang Baduy Dalam itu tidak boleh memanfaatkan kendaraan umum, mereka tetap berjalan kaki kemanapun tujuannya. Mereka ke Bandung juga berjalan kaki mungkin lamanya jalan 3 hari 2 malam, keren! 

Bus dari Ciboleger ke Aweh cukup lama, kita hitch truk yang kebetulan mau ke kota. Dan lanjut naik kereta ekonomi kembali ke Jakarta. Aku menemukan surga baru dengan udara yg masih segar hutan asri dan kehidupan masyarakat yang sederhana. Sekarang aku tau kenapa mereka tidak mengizinkan foto dan menutup diri dari dunia luar. Dilarang foto bertujuan, agar orang luar tidak tahu banyak tentang situasi Baduy dalam, sehingga alam mereka tidak akan ternacam, karena suku Baduy sangat menjaga alam. Hutan masih asri, aku juga tidak bisa membayangkan apabila susatu saat semua hutan itu akan di bantai untuk kpentingan pribadi. Anak-anak di larang sekolah adalah untuk menjaga budaya Baduy tetap asri dan terjaga, dan bagi orang Baduy yang ingin sekolah menjadi luar Baduy adalah konsekuensinya dan mereka tidak boleh lagi kembali ke Baduy Dalam. Mereka tidak menggunakan sabun dan shampoo adalah dengan tujuan untuk menjaga air sungai supaya tetap bersih, sehingga orang di bawah aliran sungai tetap memakai air yang bersih. Sungguh mulia. Inilah salah satu kekayaan budaya Indonesia yang sangat terjaga. Bener-benar tempat yang sangat mengesankan. Menjaga alam adalah tujuan utama mereka, di mana harmonisasi harus di jaga selalu ^0^

"Panjang ga boleh di potong, pendek ga boleh di sambung" ini salah satu prinsip yang di pegang, ada masalah yg panjang jangan di potong tapi di selesaikan segera dan masalah kecil jangan di besar-besarkan. Sederhana bukan? Kesederhanaan orang Baduy sangat menginspirasi diriku secara pribadi bila menginginkan sesuatu kalau dapat ya syukur kalau tidak ya ga apa-apa. Sederhana dan tenang.

Kain Lomar, dan Kain Tenun serta Tas khas Baduy



You may also like

No comments: