Legenda dan Wajah Kawah Dolok Tinggi Raja di Tahun 2011

/
0 Comments

Tahun 2014 perjalanan di awali dengan mengunjungi kembali Kawah Dolok Tinggi Raja, tetapi sebelum aku menulis tentang situasi sekarang, aku ingin kalian tahu bagaimana keadaaan kawah ini di tahun 2011. dan ini adalah cerita perjalananku setahun yang lalu. Kawah Sitinggi Raja adalah salah satu kawasan daerah wisata yang terletak di Nagori Dolok Marawa Kecamatan Silou Kahean Kabupaten Simalungun dengan waktu tempuh sekitar empat jam dari Kota Medan, kita akan melewati Kota Lubuk Pakam dan Galang kemudian melewati dua desa yaitu Desa Bintang Bayu dan Desa Dolok. Kawah alami yang menakjubkan dan lokasi pemandian alam yang masih sangat asri adalah tawaran utama daerah wisata ini. Ragam tumbuhan termasuk pohon-pohon langka diteduhi dedaunan warna hijau lebat membuat mata sejuk memandang. Konon Kawah Sitinggi Raja menyimpan segudang cerita klasik dan dibungkus mitos cerita legenda.

Konon pada zaman dahulu daerah Dolok tinggi Raja di pimpin oleh seorang raja yang mempunyai ratusan jabalon (pelayan perempuan dan laki-laki). Sang raja memiliki putri yang cantik. Karena kecantikannya sang putri tidak diijinkan untuk bersosialisasi dengan orang lain kecuali dengan pelayan. Putri tersebut menjadi manja, apapun yang diminta pasti dikabulkan oleh orangtuanya. Ketika musim tanam tiba, sudah menjadi kebiasaan bagi raja dan pelayan-pelayannya menghabiskan waktu untuk menanam padi. Mereka bekerja pada sore hari dan sebelumnya mengadakan pesta. Saat pesta, mereka dapat bernyanyi dan menari bersama gadis-gadis cantik di desa. Sementara itu putri raja tersebut hanya tinggal di istana dengan nenek dan pelayannya. Dia dikurung selama dua hari dan merasa kesepian sambil terus menangis. Kemudian sang putri melepaskan seekor burung dari kandang dan menulis pesan pada ayahnya dan meletakkan surat tersebut pada salah satu kaki burung. Meski kesepian neneknya berusaha menghibur dan menyuruh pelayan membuat suatu pesta besar dan mengundang semua pemuda desa. Mereka semua sangat senang, bernyanyi, menari bersama.

Pada pagi harinya sebelum menanam padi (matidah) raja menyuruh pelayan-pelayannya menyediakan makanan untuk ibunya. Raja memilihkan daging dan membungkusnya sendiri karena dia tahu daging adalah makanan kesukaan ibunya. Kemudian beberapa pelayan (jabolon) meninggalkan istana. Dalam perjalanan mereka membuka bungkusan dari raja yang akan diberikan kepada ibunya. Lalu pelayan tersebut memakan semua makanan dan membungkus sisanya untuk diberikan kepada putri raja dan neneknya. Ketika para pelayan tiba sang nenek sangat senang menyambut para pelayan sambil membuka bungkusan. Sayangnya saat dibuka isi bungkusan ternyata tinggal tulang-tulang (holi-holi). Sang nenek dan putri raja merasa terpukul. Mereka tidak menduga bahwa raja sanggup memberikan penghinaan yang sedemikian besar.

Melihat kejadian tersebut para dayang-dayang diam terpaku terbawa arus perasaan dan pikiran masing-masing disertai deraian air mata. Akhirnya sang nenek bersama cucunya mengajak para tamu istana untuk bernyanyi seolah-olah bergembira menerima kiriman dari raja. Pesta semakin meriah dan tidak terkendali. Sang putri merasa bebas menari berganti-ganti dengan setiap pemuda yang mulai brutal dan berpelukan. Saat bernyanyi tanpa diiringi musik diikuti oleh gerakan-gerakan aneh dengan syair lagu yang monoton, “manong-nong Tinggi Raja (tenggelam tinggi raja)” yang diulang berkali-kali dan di ikuti oleh seluruh dayang-dayang dan pemuda serta kucing-kucing istana. Sambil bernyanyi sang putri berteriak-teriak menyumpahi dan mengutuk sang raja.

Kegiatan aneh ini berlangsung sepanjang malam tanpa mereka sadari menjelang dini hari di sekitar istana bermunculan mata air panas dan belerang yang sangat banyak. Akhirnya istana beserta seluruh penghuninya tenggelam ke kolam air panas dan belerang. Sementara raja dan permaisuri serta seluruh rakyat masih melanjutkan kegiatan bertanam. Pada saat istirahat, sang raja dikagetkan dengan kicauan seekor burung yang sangat dia kenal suaranya yang mendirikan bulu roma sang raja. Dengan serta merta sang raja memerintahkan untuk pulang. Setelah sampai di kawasan istana, sang raja terkejut melihat istananya lenyap. Yang ada hanya lautan air panas dan belerang. Sang raja bersama permaisurinya berusaha menemukan sang putri dan ibunda tercinta. Mereka masuk ke dalam air panas dan belerang akhirnya sang raja dan permaisuri serta pengawal akhirnya turut lenyap di dalam air panas tersebut. (sumber : facebook Dolok Tinggi Raja )

Menurut cerita penduduk setempat daerah wisata ini pernah di kembangkan di tahun 70-an untuk mengundang wisatawan lokal maupun mancanegara. Pemkab Simalungun membangun jalan setapak sekitar 300 meter dan membangun tempat ganti pakaian serta membangun fasilitas pemondokan. Tetapi pengembangan tersebut terhenti karena daerah Sitinggi Raja merupakan kawasan hutan lindung dan cagar alam yang dilindungi serta di pantau oleh 17 negara donator sehingga tidak di perbolehkan adanya pembangunan di lokasi tersebut. Sehingga pembangunan hanya pada sektor jalan dan pemondokan kecil. Pembangunan berlebih di takuti mengakibatkan kerusakan alam di daerah tersebut. Seiring dengan perkembangangan waktu daerah wisata ini menjadi terlupakan. Kondisi jalan yang sangat memprihatinkan menjadi salah satu faktor daerah ini susah untuk di datangi. Sampai saat ini kawah dan pemandian alam ini hanya dapat di tempuh dengan sepeda motor dan mobill off road dengan ban besar.

Penasaran dengan “salju panas” kami bersama teman dari Sandal Gunung Community dan Tim Jelajah Sumatera Utara untuk menyusuri daerah wisata ini. Berhubung belum ada fasilitas penginapan kami harus berangkat pagi hari sekitar jam 07.00 WIB dari kota Medan untuk menjaga agar pulang tidak terlalu malam. Untuk makan siang kita dapat membelinya di desa Dolok yang merupakan desa terakhir yang kita lewati. Perlu di ketahui daerah wisata kawah Sitinggi raja ini belum tersedia fasilitas makanan dan minuman karena daerah wisata ini masih sedikit orang yang mengetahuinya karena sempat hilang.

Kami menggunakan sepeda motor dan satu mobil off road, dan selama empat jam perjalanan benar-benar harus bersabar menghadapi jalan yang kadang mulus dan kadang berlubang. Selama perjalanan kita melewati perkebunan karet dan kelapa sawit, serta hutan dimana pemandangannya sangat hijau dan menyejukkan mata pastinya. Sesampai di daerah Kawah Sitinggi Raja terlebih dahulu kami menemui kuncen (penjaga) kawah Sitinggi Raja Opung Saragih (opung=sebutan kakek dalam bahasa Batak) dan sekalian Ia akan menjadi penunjuk jalan. Walaupun sudah berumur Opung Saragih masih tetap sehat dan kuat menuntun kami. Opung Saragih sendiri mendirikan sebuah pondok untuk tempat parkir mobil dan kereta. Untuk biaya retribusi masih sangat murah, kami hanya membayar Rp.10.000 per orang dan membawa sekaleng roti untuk Opung Saragih.

Dari tempat parkir kami harus berjalan dan sedikit mendaki sekitar 10 menit. Dari puncak dakian terlihat asap mengepul dari kejauhan. Untuk mencapai daerah kawah kita harus berjalan sekitar 5 menit, dan saat berjalan ini kita melewati kawah-kawah mati dan satu kawah kecil yang aktif dengan air hangat mengalir di atasnya. Setiba di kawah utama pemandangannya sangat mengagumkan. Benar-benar seperti salju, putih dan bersih sekali. Ada kolam-kolam air belerang bertingkat seperti sengkedan miring dengan air yang mengalir terus menerus. Warna air yang biru semakin membuat kawah ini terlihat indah. Ada salah satu kawah aktif di mana airnya mendidih akibat panas bumi dan di sini kita bisa merebus telur. Sebelumnya Opung Saragih sudah mengingatkan apabila kita merebus telur maka pasti akan ada satu telur yang hilang. Misalnya saja kita merebus 5 telur, maka telur yang matang hanya ada 4, satunya akan hilang. Opung Saragih juga mengingatkan kita tidak boleh marah akan hal ini. Mungkin saja ini berkaitan dengan mitos daerah itu.


Pemandangan Kawah Sitinggi Raja tidak habis sampai disini saja, di bagian bawah kawah masih ada pemandangan yang jauh lebih indah, ada bentuk bongkahan batu bertingkat tersusun dengan rapi dan berbentuk benar-benar indah seperti istana. Bongkahan batu ini tertutup oleh batu kapur berwarna putih dan di aliri oleh air belerang yang panas. Wah,benar-benar terlihat seperti tumpukan salju. Turun kebawah sedikit ada tumpukan batu kapur yang sedikit lembab dengan tekstur lembek, ternyata ini lah yang mereka sebut salju panas, terasa hangat dan bisa kita bentuk menjadi bola-bola salju dan pastinya kami pun bermain lempar-lemparan salju panas.

Setelah puas di daerah salju panas Sitinggi Raja, kini saatnya kita turun menuju ke pemandian alamnya. Kami kembali ke tempat parkIr dan beristirahat sebentar untuk makan siang. Menuju ke tempat pemandian alam membutuhkan waktu sekitar 10 menit juga, kita menuruni jalan setapak dengan jarak tempuh sekitar 300 meter, sebelum menuju sungai kita bisa melihat pemandangan mirip dengan kawah diatas. Tebing yang berbentuk seperti air terjun dengan aliran air yang sangat sedikit, tidak putih bersih melainkan kecoklatan dan hijau. Warna coklat seperti tanah liat dan warna hijau terbentuk dari endapan lumut.  Di dekat daerah tebing ini juga ada satu kawah aktif dengan air mendidih.

Dari atas sudah kelihatan tebing-tebing yang kokoh dan air yang jernih. Wah ingin langsung berendam rasanya. Ternyata pemandangan di sungai tidak kalah jauh dengan di kawah. Tebing sungai yang sebelah kanan merupakan aliran lanjutan air dari atas. Sama seperti tebing di  atas, berwarna putih di tutupi oleh kapur dan tetap di aliri air belerang yang panas.  Lebih berwarna karena ada endapan lumut dan tanah liat yang tersusun dengan rapi. Pada bagian bawah tebing ada banyak stalagnit bergantungan. Lumut dan tanah liat tetap memberikan variasi warna yang sangat indah pada stalagnit yang hidup dan terus tumbuh. Tebing ini bisa di panjati dan kita bisa merasakan sauna secara alami. Tapi ingat harus memakai alas kaki, karena airnya panas. Air sungainya bervariasi panas dan dingin Karena bercampur dari air belerang. Ada satu batu bentuknya seperti selang, dari lubang ini keluar air panas dengan suhu air mendidih. Sehingga sekitarnya menjadi hangat.

Sungai yang dangkal membuat kita bisa untuk menyusuri sepanjang sungai, wah ternyata masih banyak stalagnit yang bergantungan. Ada satu gua kecil dan kita bisa masuk di dalamnya, tapi harus tetap hati-hati karena air panas tetap mengalir, walaupun bentuknya tetesan-tetesan air, tetap saja panasnya terasa. Sambil berendam di sungai kita dapat menikmati pemandangan tebing yang indah. Kami benar-benar merasakan ketenangan yang luar biasa.

Hari sudah mulai sore dan kami bergegas berganti pakaian dan bersiap-siap untuk pulang. Setelah semuanya selesai kita pamitan dengan Opung Saragi. Menurut cerita penduduk setempat di lokasi pemandian tersebut terdapat bunga yang bernama tinggi raja. Bunga yang disebut-sebut dapat memberi “keuntungan” bagi pengunjung, bila dipetik dari batangnya.  Kami coba mencari tapi tidak terlihat bunga, mungkin saja belum saatnya musim bunga tinggi raja.


You may also like

No comments: