Wisata Kubur di Tanah Toraja

/
0 Comments
Gimana yak rasanya ada di dalam gua yang di penuhi dengan tengkorak ataupun di dalamnya ada mayat manusia yang baru meninggal? Humm apa mereka engga seram yak di dalam? Ini pemikiranku tiap melihat liputan tentang daerah Toraja yang berada di Sulawesi Selatan. Tiap habis nonton liputan ini aku selalu ucap dalam hati "suatu saat aku harus di sana dan tau rasanya gimana". Niat!!

Maret 2014 setelah reschedule jadwal pesawat beberapa kali sampai juga aku di Makassar, gerbang utama Pulau Sulawesi, salah satu bandara yang paling bagus sebelum bandara Kota Medan di Indonesia. Miniatur kapal Phinissi di beberapa titik bandara yang merupakan ciri khas pulau ini, di mana orang Bugis adalah yang paling terampil untuk pembuatannya. Temen baru lagi pastinya, ada Ko Mike dan Ci Vi serta Hamka (ni yg punya kampung di Makassar), ada teman Ko Mike juga Ko Hendro yang jemput kita dari bandara dan anterin sampai rumah Hamka serta beliin kita cemilan. Satu hari ini di Makassar mampir ke Pantai Losari, tepat di pinggir kota dan kotor. Dekat dengan tempat bersejarah Benteng Rotterdam yang kalau di lihat dari atas mirip bentuk penyu. Ketemu juga sama anak yang satu kampung dengan aku bahkan satu sekolah, dan baru ketemu di jejaring sosial serta janjian di Makassar. Ajaib yak media sosial, halo Jun ^^. Sebelum semua-semuanya kita udah beli tiket bus Bintang Prima untuk ke Tana Toraja, seharga Rp. 140.000 dengan lama perjalanan sekitar 9 jam. Aku rasa ini engga mahal, karena bus nya nyaman banget, luas dan adem. Jam 10 malam bus mulai jalan, dan yeahhh Tana Toraja aku datang. Bus menuju Toraja adalah bus yang paling terkenal kenyamanannya, bener banget, luas, lapang dan bebas selonjoran serta empuk. Tidak bisa memperhatikan jalanan kali ini, gelap. Satu lagi yang aku inget dengan kota ini jalanannya lebar-lebar.

Jam 6 pagi tiba di Toraja, yeayyy selamat datang di Tana Toraja. kita ga perlu cari penginapan lagi karena sepupunya Hamka sudah menjemput dan kita akan nginap di rumah mereka. Wah beruntung yak, rumahnya ada tepat di tengah kota. Hari ini kita mulai merencanakana kan kemana, setelah mandi dan beberes kita mencari tempat penyewaan motor, seharinya Rp75.000. Siap untuk berangkat. Kete Kesu menjadi tujuan pertama kita, sejumlah rumah Tongkonan berderet di sini lengkap dengan tanduk kerbau yang menghiasi bagian depan rumah. Berjalan sedikit ke arah belakang ahaaa ada kandang tedong, tedong itu sebutan untuk kerbau yang di sembelih, semakin sedikit warna hitam di tubuh tedong harganya semakin mahal (tedong bonga sebutannya, mungkin kalo menurut ku pribadi ini adalah kerbau albino, cuma ini ras khusus katanya). Di paling belakang ada tebing batu dan ternyata ini ada lah kuburan batu. Jalan menanjak, dan di tepi tebing kita disuguhi peti mati batu serta tumpukan tulang-tulang manusia yang usianya uda lama banget. Merinding sih awalnya, cuma jadi terbiasa deh. Beberapa kepala tengkorak di susun dengan rapi mungkin untuk mengurangi rasa seram. Akhirnya yak aku lihat tengkorak asli. Di puncak tebing ada goa, dalamnya gak kalah membuat merinding, banyak peti mati, sama seperti di atas tulang dan tengkorak berserakan, hanya saja di sini di lengkapi dengan beberapa barang yang ternyata ini adalah milik orang yang sudah meninggal sebelumnya. Di dalam goa bila mau kita bisa masuk lebih dalam lagi, ada mayat orang yang baru 3 bulan meninggal, tapi aku menolak untuk melihat, terlalu gelap untuk ke atas. Bisa-bisa aku pingsan karena gelapnya bukan karena mayatnya.

Londa, tujuan setelah Kete Kesu. Kita meraba jalanan sambil bertanya kepada penduduk setempat, karena ada beberapa lokasi yang engga ada petunjuk. Londa juga tebing batu yang di jadikan kuburan, tinggi banget dan aku kagum, sumpah! Tebing ini dipakai menjadi kuburan hingga di bagian atasnya, bayangkan gimana ngangkat peti nya. Disini butuh guide untuk masuk, Rp.30.000 untuk sewa lampu petronas dan tip buat guide yang anter. Menyenagkan sekali kami dapat bapak guide yang ramah, bisa motoin dan cerita banyak hal. Nah bagian paling atas tebing adalah untuk golongan bangsawan, di sini bangsawan di sebut golongan darah putih, dan setiap orang yang meninggal di buatin replika bonekanya dari kayu nangka yang di sebut tau-tau. Bagian paling bawah adalahuntuk kalangan masyarakat biasa. Londa sangat mengagumkan, kita di ajak untuk memasuki perut gua, biasanya aku amsuk ke gua kelelawar kali ini aku masuk ke gua yang berisi mayat dan tulang. beberapa spot foto di tawarin sama guide, dan tiap poto aku ga sadar ternyata di belakang atau samping bahkan atas itu ada tengkorak dan peti mati. Tapi ga ada rasa takut sedikit pun, dan aku sangat tertarik. Ada tengkorak romeo dan juliet juga disini, di mana mereka semasa hidup saling mencintai tapi tidak bisa bersama karena berbeda golongan. Senang banget rasanya, dulu aku cuma liat di tivi dan sekarang ada di depanku bahkan bisa ku sentuh. Saat keluar guidenya menawarkan mau lewat goa ketawa? Kita bingung kenapa ketawa, bapak cuma jawab lewat dulu baru tau. Okey, kita lewat goanya panjang 20 meter dan harus di lewati dengan merangkak. Selama merangkak semuanya ketawa, ketawa karena sempit, karena harus merangkak dan alasan apapun  sehingga di sebut goa ketawa. Sampai di pintu goa ketawa, tetep pemandangannya tengkorak yang disusun rapi di atas batu. Keren!!! Di Londa dari berempat kita jadi berdelapan, ada kenalan orang baru yang kebetulan main ke sana.



Lemo, juga merupakan kuburan batu, masih juga di tebing tapi engga setinggi Londa. Ketika kami sampai di sini, pakaian tau-tau yang ada di depan tebing baru saja di ganti dengan pakaiana baru. Kuburannya kelihatan jelas karena di tebingnya sudah ada kotak-kotak yang merupakan pintu kecil. Sedikit  menyesal yak, harusnya datang ke Toraja bersamaan dengan kunjungan Bapak Presiden, banyak acara dan ada acara manene juga. Manene adalah acara adat orang Toraja, yaitu mengganti pakaian leluhur yang sudah meninggal. Tepatnya bagaimana aku kurang tahu, bingung mau tanya ke mana, di Lemo ga ada guide. Tapi ada beberapa sumber yang aku baca, bahwa acara manene ini adalah dengan membangunkan jenazah, kemudian dia akan berjalan sendiri keluar dari makamnya. Semacam zombie, dan aku berharap suatu saat bisa menyaksikan acara ini. Untuk sekarang mungkin sudah mulai tidak ada kata mamanya Hamka. Acara Manene sekarang sudah engga ada jenazah berjalan Di daerah Lemo, aku beli kain khas Toraja. Asik kain tenun asli dengan budget lumayan. hehehe.

Duh ternyata di sini sama kaya di kampungku pada makan daging anjing, huwaaa... aku harus berhati-hati memilih makanan. Makanan khas Toraja itu papiong, cuma engga halal dan aku engga sempat coba karena keterbatasan waktu, dia itu mirip lemang, tapi terbuat dari beras di isi dengan daging kemudian di bungkus daun, di  masukkan dalam bambu kemudian di bakar. Ada juga sayur yang di masak dengan batang pohon pisang, yang ini mirip makanan Karo. Sayang yak aku ga sempat coba semua :( . Tapi pedasnya Lombok Katokkon khas Toraja sempat aku rasa. Kesempatan makan di luar sangat sedikit, karena kita udah di suguhin masakan di rumah sepupunya Hamka. Sore ini hujan, perjalanan menuju ke Bayi Kambira terpaksa batal, kita kembali ke rumah untuk beristirahat saja dan sedikit waktu senggang aku pakai untuk berkeliling di daerah pasar yang engga jauh dari rumah. sedikit tentang Bayi Kambira, ini adalah kuburan untuk anak-anak yang belum tumbuh gigi. Tubuh anak tersebut di masukkan kedalam batang pohon yang sudah di lubangi terlebih dahulu kemudian di tutup dengan anyaman bambu. Hujan kembali mengguyur malam ini, jadilah kita beristirahat di rumah untuk melanjutkan perjalanan besok ke Batutumonga dan sekitarnya. ^^


You may also like

No comments: